Rabu, 08 Oktober 2014

talak-munakahat

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan rujuk. Keempat hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci Allah adalah talaq. dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang bercerai maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian. Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga memberikan alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh pasangan suami Isteri jika ingin mempertahankan hubungan pernikahan mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan melakukan rujuk dan menyesali perbuatan yang telah di lakukan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Talak
2.      Dalil dan Hukum Talak
3.      Syarat dan Rukun Talak
4.      Macam- Macam Talak
5.      Hikmah Talak
6.      Akibat Talak
7.      Ketentuan Talak dalam Kompilasi Hukum Islam


PEMBAHASAN

A.     Pengertian Talak
       Menurut bahasa Arab, kata talak bermakna pelepasan atau penguraian tali pengikat. Sedangkan menurut istilah hukum Islam berarti :
1.      Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterikatannya dengan menggunakan ucapan tertentu.
2.      Melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
3.      Melepaskan ikatan akad perkawinan dengan ucapan talak atau yang sepadan dengan itu.[1]
            Dalam Bab XVI pasal 117 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia menjelaskan bahwa talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.[2]

B.    Dalil Dan Hukum Talak
       Islam memperkenankan perceraian kalau terdapat alasan yang kuat baginya, namun hal itu dapat dipergunakan dalam keadaan mendesak. Nabi SAW bersabda : “Perbuatan halal yang dibenci Allah adalah talak”. (H.R Abu Dawud dan Al Hakim).[3]
       Jika diantara suami istri timbul perbedaan gawat yang akan membahayakan keutuhan keluarga mereka, maka hendaklah ditunjuk penengah untuk menghilangkan perbedaan. Dalam hal ini dijelaskan dalam  Al Qur'an surat An Nisa: 35, artinya : “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakim (penengah) dari keluarga laki-laki dan seorang lagi dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberi taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Berilmu dan Maha Mengetahui”. (Q.S. An Nisa:35)[4]
       Bila para penengah tidak bisa mendamaikan keduanya, maka  Al Qur'an memperkenakan pasangan tersebut untuk berpisah. Firman Allah SWT surat An Nisa : 130, artinya : “Dan kalau keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan sungguh Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana”. (Q.S An Nisa : 130)
       Mengenai hukum talak diantaranya terbagi menjadi :
1.      Wajib. Dalam masalah syiqaq yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi dan hanya perceraian sebagai jalan terbaik.
2.      Haram. Yang talak yang tidak diperlukan karena akan merugikan suami dan istri dan tidak ada manfaatnya.
3.      Mubah. Perceraian terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena kelakuan istri sangat jelek, pergaulannya jelek dan tidak dapat diharapkan kebaikan dari istri.
4.      Mandub/ sunah. Yaitu talak kepada istri yang sudah keterlaluan melanggar perintah Allah ataupun berbuat serong.[5]

C.    Syarat Dan Rukun Talak
       Rukun talak adalah unsur pokok yang harus ada dalam talak. Adapun rukunnya yaitu :
1.      Suami.
           Suami adalah seorang yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkan talak. Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan :
a.       Berakal. Suami yang gila, hilang akal karena sakit atau rusak syaraf tidak sah menjatuhkan talak.
b.      Baligh.
c.       Atas kemauan sendiri. Hal ini dimaksud bahwa kehendak menjatuhkan talak tersebut bukan dipaksa orang lain. Orang yang dipaksa melakukan talak, maka tidak sah.

2.      Istri.
           Suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap istri sendiri, tidak dijatuhkan pada istri orang lain. Syarat istri yang ditalak adalah :
a.       Istri masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.
b.      Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan akad perkawinan yang sah.




3.      Sighat talak
           Sighat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas), maupun kinayah (sindiran), baik berupa ucapan/ lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
Jika suami dalam keadaan marah, lalu memukul istri dan memulangkan ke rumah orang tuanya, menyerahkan barang-barangnya tanpa disertai pernyataan talak, maka hal itu bukan talak.

4.      Qasdu (sengaja)
           Artinya dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya benar-benar untuk talak. Jadi jika salah ucap yang dimaksud tidak untuk talak, dipandang tidak jatuh talak. Misalnya sikap suami ingin mengucap “salak” keliru “talak”, maka itu tidak dianggap jatuh.[6]

5.      Wilayah
Yaitu suami mempunyai wewenang menjatuhkan talak.[7]

D.   Macam-macam Talak
Ada beberapa macam talak menurut segi masing-masing, yaitu :
1. Macam talak ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya, yaitu :
a.       Talak sunny yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istri sesuai dengan tuntunan sunah, yaitu yang memenuhi empat syarat, yaitu :
1)      Istri sudah pernah dikumpuli.
2)      Istri melakukan iddah suci segera setelah ditalak (suci dari haid).
3)      Jatuhnya talak dalam keadaan suci dari haid.
4)      Di masa suci ketika suami menjatuhkan talak itu suami tidak pernah mengumpuli istri.
b.      Talak bid’iy yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya tidak sesuai tuntunan sunah, syaratnya yaitu :
1)      Talak dijatuhkannya terhadap istri yang pernah dikumpuli dipermulaan haid, tengah haid atau sedang nifas.
2)      Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang hamil dari zina.
3)      Talak yang dijatuhkan terhadap istri di akhir masa suci kemudian datang haid sebelum berakhir ucapan talaknya.
4)      Talak dijatuhkan pada istri di masa suci tetapi telah dikumpuli.
c.       Talak la sunny wa la bid’iy yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang tidak termasuk kategori talak sunny dan talak bid’iy, seperti :
1)      Talak yang dijatuhkan pada istri yang belum digauli.
2)      Talak pada istri yang pernah dikumpuli tetapi belum pernah berhaid.
3)      Talak pada istri yang hamil dengan nikah yang sah.
4)      Talak pada istri karena suami minta tebusan ketika istri sedang hamil.
2.  Macam talak ditinjau dari segi cara menjatuhkan talak, ada empat yaitu :
a.       Talak yang dijatuhkan dengan cara ucapan atau perkataan.
b.      Talak yang dijatuhkan dengan cara tertulis atau melalui tulisan.
c.       Talak yang dijatuhkan dengan cara isyarat bagi suami yang tidak bisa bicara dan menulis.
d.      Talak yang dijatuhkan dengan cara suruhan orang lain.
3. Macam talak ditinjau dari segi jelas atau tidaknya, ada dua yaitu :
a.       Talak sharih, yaitu talak yang dijatuhkan dengan kata-kata yang jelas dan tegas menyatakan cerai. Contoh, engkau saya talak sekarang.
b.      Talak kinayah, yaitu talak yang dijatuhkan dengan kata-kata yang bersifat sindiran. Contoh, sekarang engkau terlarang untukku.
4. Macam talak ditinjau dari segi susunan kata (sighat) yang digunakan untuk talak, ada dua yaitu :
a.       Talak tanjiz atau disebut talak langsung. Artinya yang mempergunakan susunan kata yang berlangsung.
b.      Talak ta’liq (talak bergantung). Artinya talak yang berlakunya oleh suami digantungkan kepada sesuatu syara atau waktu.
5. Macam talak ditinjau dari segi kemungkinan suami merujuk kembali istrinya atau tidak, ada dua yaitu :
a.       Talak raj’i yaitu talak yang masih memberi hak pada suami untuk merujuk bekas istrinya dalam masa iddah istri.
b.      Talak ba'in yaitu talak yang jika suami ingin kembali pada bekas istri maka harus akad nikah baru lengkap dengan saksi dan mahar.
Talak ba’in ada dua macam yaitu :
1)      Talak ba’in shughra, yaitu talak yang tidak memberi hak bekas suami untuk merujuk istri tetapi belum talak ketiga. Hal ini kemungkinan suami istri kembali lagi dengan perkawinan baru dengan talak yang tersisa yang belum dijatuhkan.
2)      Talak ba’in kubra talak yang ketiga kalinya antara suami istri. Dalam hal ini bekas suami tidak halal mengawini bekas istrinya kecuali setelah istrinya kawin dan kumpul lagi dengan pria lain, serta telah bercerai dan selesai iddah dari pria lain itu.
6.  Macam talak ditinjau dari segi kondisi suami yang menjatuhkan talak, yaitu :
a.       Thalaqul Mukrah, yaitu talak suami yang dipaksa untuk mentalak istrinya.
b.      Thalaqul Sakran yaitu talaknya suami yang sedang mabuk. Menurut fuqaha talaknya jatuh. Menurut ulama talaknya dianggap tidak jatuh, karena orang mabuk tidak sadar apa yang ia ucapkan.
c.       Thalaqul Ghadlban yaitu talaknya suami yang sedang meluap marahnya. Hal ini dianggap jatuh jika suami masih memahami apa yang ia ucapkan dan tidak jatuh jika suami tidak merasa apa yang ia ucapkan.
d.      Thalaqul Hazil yaitu talaknya suami yang main-main dengan talaknya itu.
e.       Thalaqul Mukhti’ yaitu talaknya suami karena kekeliruan atau keterlanjuran lisannya. Menurut fuqaha Hanafiyah, talaknya dianggap jatuh berdasarkan peradilan, sedang tidak jatuh menurut agama.
f.       Thalaqul Saahi yaitu talak oleh suami yang lupa atau tidak menyadari.
g.      Thalaqul Madhusy yaitu talak dari suami yang bingung (karena sakit yang menimpanya).
h.      Thalaqul Na’im yaitu talak oleh suami yang sedang tidur (mengigau). Talaknya tidak dipandang jatuh.
i.        Thalaqul Majnun yaitu talak suami yang menderita sakit jiwa atau gila. Talaknya dianggap tidak jatuh.
j.        Thalaqul Maridz yaitu talak oleh suami yang sakit keras (tidak hilang kesadaran) yang mendekati ajal dengan maksud untuk menghalangi istrinya dari mendapat warisan.
            Menurut Imam Malik jika istri belum dikumpuli maka berhak mendapat separoh mahar dan berhak menjadi ahli waris, sedangkan istri yang sudah dikumpuli maka berhak mendapat seluruh mahar dan menjadi ahli waris.[8]

E.     Hikmah Talak

            Seharusnya jalan untuk bercerai itu diberikan kepada pasangan suami istri dan jangan ditutup sama sekali karena akan mengakibatkan bahaya. Suami istri yang terus terpaksa bersatu, justru akan bertambah tidak baik.[9]
Adapun hikmah talak yaitu :
1.      Menjernihkan kehidupan bekas suami dan istri yang semula keruh.
            Contoh : pasangan suami istri yang salah satunya tidak dapat mempunyai anak (mandul) jika mereka berpisah maka kemungkinan bisa mempunyai keturunan dari suami atau istri yang baru. Karena anak atau keturunan merupakan suatu terpentingt bagi suami istri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam  Al Qur'an surat Al Kahfi ayat 46, artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ...”. (Q.S Al Kahfi : 46)
2.      Menghilangkan kesengsaraan bagi kedua belah pihak (bekas suami dan istri).
            Jika diantara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi dan sering terjadi pertentangan serta pertengkaran yang akan menimbulkan bahaya, maka talak sebagai jalan tengah agar tidak lagi merasa sengsara.[10]

F.     Akibat Talak

            Selain ada hikmahnya, talak juga ada akibatnya. Sebagai akibat dari talak yaitu terputusnya hubungan suami istri dan hukum-hukum ikatan lainnya bagi mereka. Bagi suami maupun istri masih tetap memiliki kewajiban dan hak. Menurut ketentuan Bab XVII pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, akibat talak adalah sebagai berikut :
1.      Memberikan mut’ah kepada bekas istrinya baik berupa uang atau benda kecuali bekas istri tersebut qabla al dukhul.
2.      Memberi nafkah, tempat tinggal dan pakaian kepada istri selama masa iddah kecuali dijatuhi talak ba’in atau tidak hamil.
3.      Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al dukhul.
4.      Memberikan biaya hadlanah kepada anak yang belum berumur 21 tahun.[11]

G.    Ketentuan Talak Dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, 131.
Pasal 118
Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah
Pasal 119
1.  Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh rujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
2.   Talak ba’in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :
a.            Talak yang terjadi qabla al dukhul.
b.            Talak dengan tebusan atau khuluk.
c.            Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Pasal 120
Talak Ba’in Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya.  
Pasal 121
Talak sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Pasal 122
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di sidang pengadilan.
KESIMPULAN

            Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah:
1.      Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti nikah.
2.      Talak menurut syara’ ialah melepaskan taali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.
3.      Talak yang dijatuhkan oleh suami dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf balig, dan berakal sehat dan talak itu hendaknya dilakukan atas kemauan

       Mengenai hukum talak diantaranya terbagi menjadi :
1.      Wajib. Dalam masalah syiqaq yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi dan hanya perceraian sebagai jalan terbaik.
2.      Haram. Yang talak yang tidak diperlukan karena akan merugikan suami dan istri dan tidak ada manfaatnya.
3.      Mubah. Perceraian terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena kelakuan istri sangat jelek, pergaulannya jelek dan tidak dapat diharapkan kebaikan dari istri.
4.      Mandub/ sunah. Yaitu talak kepada istri yang sudah keterlaluan melanggar perintah Allah ataupun berbuat serong.














DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: akademika pressindo, 2004.
Al Hamdani, Sa’id Bin Abdullah Bin Thalib. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Daly, Peunoh. Hukum Perkawinan Islam : Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlu Sunnah Dan Negara-Negara Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003.
Hamid, Zahry. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia. Yogyakarta: Bina Cipta, 1979.
Rahman, Abdul. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Shiddiq, Ahmad. Hukum Talak Dalam Agama Islam. Surabaya : Putra Pelajar, 2001.














                                                                                          






[1]Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia (Yogyakarta: Bina Cipta, 1979).
[2]. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: akademika pressindo, 2004), 141.
[3]. Sa’id Bin Abdullah Bin Thalib Al Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 202.
[4]. Abdul Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 81-82.

[5]. Al Hamdani, Risalah..., 202-203.
[6]. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003), 201-205.
[7]. Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlu Sunnah Dan Negara-Negara Islam (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), 87.

[8]. Hamid, Pokok-Pokok ..., 74-78.
[9]. Ahmad Shiddiq, Hukum Talak Dalam Agama Islam (Surabaya : Putra Pelajar, 2001), 21.
[10]. Ghazaly, Fiqh ..., 217-219.
[11]. Abdurrahman, Kompilasi ...,149.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar