Rabu, 08 Oktober 2014

makalah metodologi penelitian agama matakuliah M.s.i

PendahuluanPenelitian agama telah dilakukan beberapa abad yang lalu namun hasil penelitiannya masih dalam bentuk aktual atau perbuatan saja dan belum dijadikan sebagi sebuah ilmu. Setelah bertambahnya gejala-gejala agama yang berbentuk sosial dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu yang khusus dalam rangka untuk menyelidiki gejala-gejala agama tersebut. Perkembangan penelitian agama pada saat ini sangatlah pesat karena tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu mengalami perubahan. Kajian-kajian agama memerlukan relevansidari kehidupan sosial berlangsung.[1]Permasalahan-permasalahan seperti inilah yang mendasari perkembangan penelitian-penelitian agama guna mencari relevansi kehidupan sosial dan agama. Dewasa ini penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai penelitian agama dalam konteks penelitian pada umumnya, elaborasi mengenai penelitian agam dan penelitian keagamaan serta konstruksi teori penelitian keagamaan, dari penjelasan singkat tersebut maka pemakalah perlu mengkaji secara rinci trhadap penjelasan tersebut. Secara garis besar, pembahasan penelitian agama dan model-modelnya dibagi menjadi dua, yakni penelitian agama dan model-model penelitian agama.Penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan penelitian agama dalam kompleks penelitian pada umumnya. Elaborasi mengenai penelitian agama( research on religious), penelitian keagamaan(religious research) dan konstruksi teori penelitian keagamaan.Pada makalah ini kami selaku pemakalah hanya akan menjelaskan model-model penelitian agama sepeerti; model penelitian tafsir, model penelitian hadits, model penelitian filsafat islam, dan model penelitian pendidikan islam yang diteliti oleh para peneliti bidang tersebut dengan pendekatan-pendekatan serta metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya. PembahasanA.    Model Peneltian Tafsir
1.      Pengertian Model Penelitian Tafsir
Kata “model” berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemerikasaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul. Penelitian adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Para ahli menterjemahkan research sebagai riset itu sendiri berasal dari kata “re” yang berarti kembali dan “ to search” yang berarti mencari. Dengan demikian arti sebenarnya dari riset adalah mencari kembali. [2] Adapun kata tafsir berasal dari kata bahasa Arab Fassara, yufassiru, tafsiran, yang berarti penjelasan, pemahaman, dan rincian. Menurut Abudin Nata, tafsir memiliki tiga ciri utama, yaitu; pertama, dari segi obyek pembahsannya al-quran. Kedua, dilihat dari segi tujuannya adalah untuk menjelaskan, menerangkan, menyikap kendungan al-Quran, sehingga dapat dijumpai hikmah, hukum, ketetapan, dan ajaran yang terkandung didalamya. Ketiga, dilihat dari segi sifat dan kedudukannya adalah hasil penalaran, kajian dan ijtihad para mufassir  dan yang didasarkan pada kesanggupan dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga suatu saat dapat ditinjau kembali.[3]Menurut Az-Zarkasyi Tafsir adalah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dapat dipahamkan kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, menjelaskan maksud-maksudnya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya. [4]Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan, atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran al-Quran yang pernah dilalukan generasi terdahulu untuk diketahui secar pasti tentang hal-hal yang berkaitan dengannya.Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya, model penelitian tafsir adalah ragam penelitian yang dilakukan secara ilmiah, sistematis, serta seksama terhadap penafsiran al-quran yang pernah dilakukan oelh orang-orang terdahulu hingga sekarang untuk mengetahui atau memahami secra hakiki atau pasti tentang hal-hal yang masih dalam konteks pembahasan yang terdapat di dalam Al-Quran dengan menggunakan pendeketan pendeketan serta metode-metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quaran seperti; metode ijmaly, metode muqarin, metode mawadhu’i. Seperti model penelitian tafsir Quraish Shihab, asy-Syarbashi, Muhammad al-Ghazali.2.      Latar belakang penelitian Tafsir
Dalam tradisi keilmuan umat islam, penafsiran al-Quran termasuk yang paling tua usianya dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya. Pada saat al-Quran diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah SAW yang berfungsi sebagai mubayyin ( pemberi penjelas ) telah menjalaskan arti dan kandungan al-Quran kepada para sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsug sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW.[5]Jika pada masa Rasullah SAW masih hidup semua persoalan dikembalikan kepada beliau, maka setalah beliau wafat kondisinya menjadi berbeda. Tidak ada lagi tempat bertanya langsung bagi para sahabat, sehingga mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti, Ali bin Abi Thalib, Ibn ‘Abas bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud.[6]Para tokoh tafsir dari kalangan para sahabat yang telah disebutkan diatas mempunyai murid-murid dari para tabi’in khususnya dikota-kota tempat mereka tinggal, sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dikalangan tabi’in. Misalnya, Sa’id bin Jubair, Mujahid bin Jabr, dimekah yang ketika itu berguru kepada Ubay bin Ka’ab dan Al-Hasan Al-Bashriy, Amir al-Sya’bi di Irak yang ketika itu berguru kepada Abdullah bin Mas’ud.[7]Berakhirnya masa tabi’in, sekitar 150 Hijriyah, yang merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada periode ini, hadist-hadist sudah berkembang dengan sangat pesat dan banyak bermunculan hadist palsu ditengah-tengah masyarakat. Sementara itu, persolan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman. Kondisi ini yang semakin mendorong berkembangnya tafsir al-Quran. Tafsir berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari hadist. Pada masa itu, kajian tafsir yang membahas seluruh ayat al-Quran ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat didalam al-Mushaf.[8]Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat al-Quran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas sangat terikat dengan kaidah-kaidah bahsa serta arti-arti yang terkandung oleh satu kosa kata. Namun, seiring dengan berkembangnya masyakat, maka semakin berkembang pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat al-Quran, sehingga bermuculan kitab-kitab tafsir yang beraneka ragam coraknya.[9]Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya yang melatarbelakangi penelitian tafsir ialah wafatnya rasulullah yang memberikan penjelasan arti dan kandungan al-Quran yang membuat para sahabat melakukan ijitihadd untuk menafsirkan al-Quran sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Thalib serta adanya indikasi persoalan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman.3.      Macam-macam Metode Penafsiran
Dalam ilmu tafsir, berkembang dua metode penafsiran terkenal, yaitu tafsir bi al-Ma’tsur dan  tafsir bi al-Ra’yi. Tafsir bi al- Matsur adalah metode menafsirkan al-Quran dengan dalil al-Quran itu sendiri, dengan hadits Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan para tabi’in yang menjelaskan maksud Allah SWT dari nas-nas Al-Quran. Tokoh ahli tafsir terkemuka yang menggunakan metode ini adalah Ibnu Jarir Ath-Thabary dengan karyanya yang berjudul Jami’ Al Bayan fi Tafsir Al-quran.[10]         Sementara metode tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran ayat-ayat Al quran berdasarkan ijtihad para mufasirnya dan menjadiokan akal sebagai pendekatan ulama utama. Tokoh yang menggunakan metode ini pada masa abbasiyyah adalah Abu bakar Asham (w.240 H ) dan Abu muslim Muhammad bin Nashr Isfahany (w. 322 H).[11]Menurut Al Farmawi, metode tafsir bi Al-Ra’yi dapat dibagi menjadi empat metode, yaitu[12]:a.       Metode Tahlily
Tafsir tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Quran dari seluruh aspeknya. Kelebihan metode ini, menurut Taufik Adnan amal, antara lain adlah adanya potensi untuk memperkaya kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu walaupun disuatu sisi metode ini dinilai luas tetapi menyelesaikan pokok bahasan karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.b.      Metode Ijmaly
Metode ijmaly atau disebut dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menunjukkan kandungan makna pada suatu ayat secara global. Dalam prakteknya, metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily, sehingga seringkali metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup menjelaskan kandungan makna dalam suatu ayat secara garis besar saja.[13]c.       Metode Muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir al-Quran yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat al-Quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau  yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, atau membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Quran.[14]d.      Metode mawadhu’i
Metode mawadhu’I adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab-sebab turunnya ayat tersebut.Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib: “Ajaklah al-Quran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini antara lain mengharuskan penafsiran merujuk kepada al-Quran dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’ iy dimana mufasirnya berupaya menghimpun ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.[15]            Dapat disimpulkan bahwasanya dari keempat metode ini diantaranya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya metode tahlily dapat mencakup semua aspek dalam kandungan ayat-ayat al-Quran tetapi penafsiranya lebih cenderungsecara konseptual tidak langsung kepada permasalahan yang dihadapi. Sedangkan metode ijmaly ia hanya membahas secara universal ayat-ayat dalam nas al-Quran atau dalam artian lain seorang mufassir hanya menjelsakan makna kandungan ayat secara garis besarnya saja. Dalam metode muqorin penafsiran ayat-ayat al-Quran lebih cenderung dibandingkan dengan penafsiran ayat-ayat al-Quran diantara para mufassir, misalnya Quraish shihab yang pernah meneliti tafsir dari Muhammad abduh. Sedangkan metode mawadhu’i menfsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menghimpun makna ayat yang sama atau dengan topik yang sama dan disusun berdasarkan kronologi asbabun nuzul ayat tersebut.4.      Model-model Penelitian Tafsir
Dalam kajian kepustakaan dapat dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar al-Quran terhadap produk tafsir yang dilakukan generasi terdahulu. Masing-masing peneliti telah mengembangkan model-model penelitian tafsir tersebut lengkap dangan hasil-hasilnya.[16] Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran al-Quran yang dilakukan para ulama tafsir sebagai berikut:[17]a.       Model Quraish Shihab
H.M Quraish Shihab (lahir th. 1944)- pakar di bidang tafsir dan hadis se-Asia Tenggara-, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang tafsir. Ia misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H. Rasyid Ridha dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh pustaka Hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan.[18]Hasil penelitian H.M Quraish Shihab terhadap Tafsir al- Manar Muhammad Abduh, misalnya menyatakan bahwa Syaikh Muhammad Abduh (1849-1909) adalah salah seorang ahli tafsir yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip tidak menafsirkan ayat-ayat yang kandungannya yang tidak dijangkau oleh pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang samara tau tidak terperinci dalam al-Quran.[19]Selanjutnya dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hamper seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang: (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir, (2) corak-corak penafsiran, (3) macam-macam metode penafsiran al-Quran, (4) syarat-syarat dalam menafsirkan al-Quran, (5) hubungan tafsir modernisasi.[20]Berdasarkan hasil penelitiannya, Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain : (a) corak sastra bahasa, (b) corak filsfat dan teologi, (c) corak penafsiran ilmiah, (d) corak fiqih dan hokum, (e) corak tasawuf, (f) corak sastra budaya kemasyarakatan.[21]b.      Model  Ahmad Al- Syarbashi
Ahmad ays-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir pada tahun 1985 dengan menggunaan metode deskriptif, eksploratif , dan analisis. Hasil penelitiannya mencangkup tiga bidang: pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Quran yang dibagi kedalan tafsir pada masa sahabat Nabi Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, meneganai gerakan pembaruan di bidang tafsir.[22]c.        Muhammad al-Ghazali
Muhammad al-Ghazali, seorang ulama dari Mesir, melakukan penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis berdasarkan pada kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama-ulama terdahulu. Salah satu penelitian al-Ghazali adalah buku yang berjudul Berdialog dengan al-Quran. Dalam buku tersebut jelaskan antara lain macam-macam metode memahami al-Quran, ayat-ayat kauniyah dalam al-Quran, serta peran ilmu-ilm sosaial dan kemanusian al-quran.[23]            Dapat disimpulkan bahwa ketiga model penelitian tafsir dari para mufassir diatas corak penelitian mereka tidak jauh berbeda yakni bersifat deskriptif, eksploratif, analitis, dan komparatif. Sedangkan pendekatan yang dipakai yakni kajian kepustakaan, historis, dan konservatif.B.     Model-model Penelitian Hadits
Sebagai mana halnya Al Quran, Al hadits pun telah banyak diteliti oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan penelitian terhadap Al hadits lebih banyak kemungkinannya dibandingkan penelitian terhadap Al Quran. Hal ini antara lain dilihat dari segi datangnya Al quran dan Al hadits berbeda. Tidak ada satu ayat Al Quran pun yang dilakukan sebagai yang bukan berasal dari Allah swt. Atas dasar ini, maka dianggap tidak perlu meneliti apakah ayat-ayat Al Quran itu berasal dari Allah atau bukan. Hal ini berbeda dengan Al hadits, dari segi datang (al wurud) nya hadits tidak seluruhnya diyakini berasal dari Nabi, melainkan ada yang berasal dari selain Nabi.Hal ini disebabkan sifat dari lafal-lafal hadits yang tidak bersifat mukjizat, juga disebabkan perhatian  terhadap penulisan hadits pada zaman Rosulullah agak kurang bahkan beliau pernah melarangnya; dan juga karena sebab-sebab yang bersifat politis dan lainnya. Keadaan inilah yang menyebabkan para ulama seperti imam Bukhori dan muslim yang mencurahkan segenap tenaga, pikiran, dan waktunya bertahun-tahun untuk meneliti hadits, dan hasil penelitiannya itu dibukukan dalam kitabnya Shahih Bukhari (810-870) dan sahih  muslim (820-875).[24]Demikianalah berbagai penelitian yang diberkan para ahli mengeanai kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada masing-masing kitab tersebut. Hal in hendaknya semakin menyadarkan kepada kita, bahwa betapun hebatnbya penelitian tersebut tetap memeliki kelemahan, disamping kelebihannya masing-masing. yang jelas mereka adalah peneliti-peneliti awal dibidang hadis. Peneliti hadis berikutnya dapat diikuti pada uraian berikut ini:[25]1.      Model H.M Quraish Shihab
Penelitian yang dilakukan Quraish shihab terhadap hadits menunjukkan jumlahnya tidak lebih banyak dibandingkan dengan penelitian terhadap Al Quran. Dalam bukunya berjudul Membumikan Al Quran, Quraish shihab hanya meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu mengenai hubungan hadits dan Al Quran serta fumgsi dan posisi sunah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian yang beliau gunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan, yaitu sejumlah buku yang ditulis para pakar dibidang hadits termasuk pula Al Quran. Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis dan bukan uji hipotesis. Hasil penelitian Quraish shihab tentang Al Quran menyatakan bahwa Al Quran menekankan bahwa Rosulullah SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah swt( QS. 16:44).[26]2.      Model Musthafa Al-Siba’iy
Musthafa Al-Siba’iy yang dikenal sebagai tokoh intelektual muslim dari mesir dan disebut-sebut sebagai gerakan Ikhwanul Muslimin penelitian yang dilakukan Musthafa Al Siba’iy dalam bukunya yang bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan histiris dan disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian yang dilakukan Musthafa Al Siba’iy antara lain mengenai sejarah proses yang terjadinya dan tersebarnya hadits mulai dari Rosul sampai terjadinya upaya pemalsuan hadits dan usaha para ulama  untuk membendungnya, dengan melakukan pencatatan sunah, dibukukanya Ilmu Mustalah Al Hadits, Ilmu Jarh, dan Al Ta’dil serta kitab-kitab tentang hadits palsu dan para pemalsu dan penyebarannya.3.      Model Muhammad Al Ghazali
Muhammad Al Ghazali yang menyajikan hasil peneltiannya tentang hadits dalam bukunya berjudul al-sunah al-nabawiyah baina ahl al-fiqh wa ahl al hadits adalah salah seorang ulama alumni universitas Al Azhar mesir yang disegani di dunia Islam, khususnya Timur Tengah, dan saah seirang penulis arab yang sangat produktif.[27]Penelitian yang dilakukan Muhammad Al Ghazali termasuk penelitian eksploratif yaitu membahas, mengkaji, dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan aktual yang muncul di masyarakat untuk kemudian diberikan status hukumnya yang berpijak pada koteks hadits tersebut. Hasil penelitiannya sedemikian rupa, dilanjutkan menganalisisnya dengan menggunakn pendekatan fiqh, sehingga terkesan ada unsur pembelaan dan pemurnian agama Islam.Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model penelitian hadits adalah ragam atau macam penelitian yang dilakaukan oleh para peneliti terdahulu sampai sekarang untuk meniliti kebenran suatu hadits apakah hadis tersebut hadits shahih atau hadits dho’if, ataukah hadits hasan atau hadits palsu ataukah hadist tersebut mu’alaq seperti yang dilakukan Bukhari atau Muslim yang kemudian dikaji atau diteliti kembali oleh Quraish Shihab salah satunya yaitu dengan meneliti dua sisi keberadaan hadis yang pertama, hubungan hadits dan al-Qur’an keuda,m posisi sunnah (hadits) dalam tafsir. Model penelitian hadits al-Siba’iy mendapatkan hasil anatara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari rasullah sampai tejadinya upaya pemalsuan hadits serta usaha para ulama untuk membendungnnya.C.     Model Penelitian Filsafat Islam
1.      Pengertian Filsafat Islam
Menurut Harun Nasution, yang dikutip oleh Zuhairini, dkk; filsafat berasal dari kata yunani “philein” artinya cinta dan “shopos” artinya hikmat. Selanjutnya beliau menjabarkan sebagai berikut:[28]a.       Pengetahuan tentang hikmah
b.      Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
c.       Mencari kebenaran
d.      Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas
Selain itu filsafat juga dapat mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan sebab akibat dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Sedangkan Islam dalam firman Allah QS. Al Baqarah ayat 112, yang artinya:“Barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedangkan ia berbuat kebajikan maka baginya pahala disisi Tuhannya dan tidak a kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka  bersedih hati”.Dengan demikian, secara umum filsafat islam dapat diartikan sebagai filsafat yang berdasarkan dan bersumberkan dari ajaran Islam (Al quran dan As-sunah).2.      Model-model Filsafat Islam
a.       Model M. Amin Abdullah
Dalam rangka penulisan disertasinya, M. amin Abdullah mengambil bidang penelitiannya pada masalah filsafat Islam. Hasil penelitiannya Ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul The idea of universality ethical norm in Ghazali and Kant. Penelitian ini mengambil metode penelitian kepustakaan yang bercorak deskriptif yaitu penelitian yang mengambil bahan-bahan kajiannya pada berbagai sumber baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu sendiri (sumber primer), maupun sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai tokoh yang ditelitinya itu (sumber sekunder).[29]b.      Model Otto Horrassowitz, Majid Fakhry dan Harun Nasition
Otto Horrassowitz juga nampaknya meneleliti mengenai tokoh filsafat islam. Pemikirannya di tujukan kepada pemikiran filasafat islam abad klasik yaitu[30] :1)      Dari al-Kindi dijumpai pemikiran filsafat tentang Tuhan , keterhinggaan, ruh dan akal.
2)      Dari al-Razi dijumpai pemikiran filsafat tentang teologi, moral, metode, metafisika, Tuhan, ruh, materi, ruang, dan waktu.
3)      Dari al-Farabi dijumpai pemikiran filsafat tentang logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, teori tentang akal, teori tentang kenabian, serta penafsiran atas al-Qur’an.
4)      Dari Ibnu Miskawih dijumpai pemikiran filosafat tentang moral, pengobatan rohani, dan filsafat sejarah.
5)      Dari  Ibnu Sina dikemukakan pemikiran filsafat tgentnag wujud, hubungan jiwa dan raga, ajaran kenabian, Tuhan dan dunia.
6)      Dari Ibnu Bajjah dijumpai pemikiran filsafat tentang materi dan bentuk, psikologi, akal dan pengetahuan, Tuhan, Sumber Pengetahuan, politik, etika, dan tasawuf.
7)      Dari Ibnu Tufail dikemukakan pemikiran filsafat tentang akal dan wahyu sebagai yang dapat saling melengkapi yang dikemas dalam novel fiktifnya berjudul Hay Ibnu Yaqzan yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia; tujuan risalah, doktrin tentang dunia, tuhan, kosmologi cahaya, epistomologi, etika, filsafat dan agama.
8)      Dari Ibnu Rusyd, dikemukakan pemikiran filsafat tentang hubungan filsafat dari agama, jalan menuju Tuhan, jalan menuju pengetahuan, jalan menuju ilmu, dan jalan menuju wujud.
9)      Dari Nasir al – Din Tusi dikemukakan pemikiran filsafat tentnag akhlak nasiri, ilmu rumah tangga, politik sumber filsafat praktis, psikologi, metafisika, Tuhan, kenabian, baik dan buruk, serta logika.
Selain daripada yang tersebut di atas beliau juga meneliti tentang riwayat hidup dan karya-karya yang dilahirkan oleh para tokoh tersebut. Selanjutnya Model penelitian yang serupa juga di lakukan oleh Majid Fakhri. Dalam bukunya yang berjudul A History Islamic philosofis yang di terjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara menjadi sejarah filsafat islam. Penelitiannya tersebut nampaknya menggunakan campuran. Yaitu selain menggunakan pendekatan historis juga menggunakan pendekatan kawasan, bahkan pendekatan substansi. Melalui pendekatan histories, ia mencoba meneliti latar belakang munculnya berbagai pemikiran filsafat dalam islam. Sedangkan dengan pendekatan kawawsan, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari berbagai tokoh tersebut.[31]Harun Nasution juga menggunakan pendekatan tokoh dan Historis, beliau mencoba untuk menyajikan pemikiran filasafat berdasarkan tokoh yang di telitinya dan juga Harun nasution mencoba menyajikan tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat islam yang di mulai dengan kontak pertama antara islam dan ilmu pengetahuan serta filafat Yunani.[32]  c.       Model Ahmad Fuad Al-Ahwani
Ahmad Fuad Al-Ahwani ntermasuk pemikir modern dari Mesir yang banyak mengkaji dan meneliti bidang filsafat Islam. Salah satu karyanya dalam bidang filsafat berjudul Filsafat Islam. Dalam bukunya ini ia selain menyajikan sekitar problem filsafat Islam juga menyajikan tentang zaman penerjemahan, dan filsafat yang berkembang itu kawasan masyriqi dan maghribi. Di kawasan maghribi ia kemukakan nama al-Kindi, al-farabi, dan Ibnu Sina. Sedangkan di kawasan maghribi  kemukakan Ibnu bajjah, Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd. Selain dengan mengemukakan riwayat hidup serta karya dari masing-masing tokoh filosof tersebut, juga dikemukakan tentang jasa dari masing-masing filosof tersebut serta pemikirannya dalam bidang filsafat.[33]Metode penelitian yang ditempuh Ahmad Fuad Al-Ahwani adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan -bahan kepustakaan. Sifat dan coraknya adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sedangkan penedekatannya adalah pendekatan yang bersifat campuran, yaitu pendekatan histories, pendekatan kawasan dan tokoh. Melalui pendekatan historis, ia mencoba menjelaskan latar belakang timbulnya pemikiran filsafat dalam Islam. Sedangkan dengan pendekatan kawasan ia mencoba membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka, dan dengan pendekatan tokoh, ia mencoba mengemukakan berbagai pemikiran filsafat sesuai dengan tokoh yang mengemukakannya.[34]pada umumnya penelitian yang dilakukan oleh para ahli bersifat penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang menggunakan bahan – bahan bacaan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analistis. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan histories, kawasan dan substansial.[35]Dewasa ini setahap demi setahap pemikiran filsafat Islam atau berpikir secara filosof sudah mulai diterima masyarakat. Berbagai kajian di bidang keagamaan selalu di lihat dari segi pemikiran filosofnya, sehingga makna substansial, hakikat, inti dan pesan spiritual dari setiap ajaran keagamaan tersebut dapat ditangkap dan dihayati dengan baik. Tanpa bantuan filsafat, maka masyarakat akan cenderung terjebak kedalam bentuk ritualistic semata, tanpa tahu apa pesan filosofis yang terkandung dalam ajaran tersebut. Filsafat juga semakin diperlukan dalam situasi yang semakin memadu dan menyatu antara satu bidang pengetahuan dengan pengetahuan lainnya.[36]Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwasanya model penelitian filsafat yang dilakukan oleh para peneliti di atas cendrrung penelitiannya merupakan penelitian yang bercorak deskriftif analitis dengan menggunakan pendeketan historis dan tokoh untuk menyajikan berbagai pemikiran filasafat berdasarakan pemikiran tokoh yang mereka teliti, menyajikan riwayat hidupnya serta adapula yang menggunakan pendeketan campuran selain pendeketan historis yaitu pendeketan kawasan dan substansi. Dimana mencoba meneliti latarbelkang munculnya filasfata dalam islam (segi historis), mengelompokkan para filosof ke dalam kelompok Timur dan barat.D.    Model Penelitian Pendidikan Islam
            Dilihat dari segi obyek kajiannya Ilmu Pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama ada pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan tentang hal-hal atau obyek-obyek yang empiris, diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah, dan teori-teorinya bersifat logis dan empiris. Pengujian teorinya pun diukur secara logis dan empiris. Bila logis dan empiris, maka teori ilmu itu benar, dan inilah yang selanjutnya disebut science. Kedua, pengetahuan filsafat yaitu pengetahuan tentang obyek-obyek yang abstrak logis, diperoleh dengan berfikir, dan teori-teorinya bersifat logis dan hanya logis (tidak empiris). Kebenaran atau kesalahan teori filsafat hanya diukur dengan logika; bila logis dinilai benar; bila tidak maka salah. Bila logis dan ada bukti empiris, maka teori itu bukan teori filsafat, melainkan teori ilmu (sains). Ketiga, pengetahuan mistik yaitu pengetahuan yang obyek-obyeknya tidak bersifat empiris, dan tidak pula terjangkau oleh logika. Obyek pengetahuan ini bersifat abstrak, supra logis. Obyek ini dapat diketahui melalui berbagai cara, misalnya dengan merasakan pengetahuan batin, dengan latihan atau cara lain. Pengetahuan kita tentang yang gaib, diperoleh dengan cara ini.[37]            Dari ketiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan (ilmu) pendidikan Islam terdiri dari pengetahuan filsafat pendidikan, tasawuf (mistik) pendidikan dan ilmu pendidikan. Filsafat dan tasawuf terkadang disebut ilmu, padahal secara akademis keduanya itu bukan ilmu tapi pengetahuan, karena yang disebut ilmu harus bersifat empiris dan memiliki ciri-ciri ilmiah. Dengan demikian jika disebutkan Ilmu Pendidikan Islam, maka cakupannya ialah masalah-masalah yang berada dalam dataran ilmu (sains), yaitu obyek-obyek yang logis dan empiris tentang pendidikan.[38]            Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan. Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan Islam telah dilakukan, antara lain sebagai berikut[39]:
1.       Model Penelitian tentang Problema Guru
Dalam usaha memecahkan problema guru, Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) di Amerika Serikat pernah mengadakan penelitian tentang problema yang dihadapi guru secara nasional pada tahun 1968. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian tersebut, yaitu dengan pengumpulan data yang dilakukan oleh bagian Himpunan Pendidikan Nasional (National Education Association) melalui survey pendidikan umum guru (opinion survey for teacher) pada musim semi tahun 1966. Kuesioner yang dibuat terdiri dari tujuh belas macam pertanyaan tentang problema guru yang potensial.  Data yang terkumpul dari kuesioner itu dijadikan landasan analisis. Dengan demikian, penelitian tersebut dari segi metodenya termasuk penelitian survey, yaitu penelitian yang sepenuhnya didasarkan pada data yang dijumpai di lapangan, tanpa didahului oleh kerangka teori, asumsi atau hipotesis. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah dijumpainya lima aspek pokok yang menyangkut kondisi dan kompensasi tugas mengajar guru. Adapun lima aspek pokok (top ranking aspect) tersebut, yaitu:[40]a.       waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolahb.       Ukuran kelas yang terlalu besar
c.       Kurangnya bantuan administrative
d.      Gaji yang kurang memadaie.       Kurangnya bantuan kesejahteraan      Di antara problema-problema tersebut, problema nomor satu yaitu sedikitnya waktu untuk istirahat dan untuk persiapan pada waktu dinas di sekolah merupakan problema yang mendapatkan persentase terbesar sebagai problema mayor.[41]    2.       Model Penelitian tentang Lembaga Penelitian      Lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang berlangsung bersama dengan proses pembudayaan. Kepentingan dan keutamaan keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Perintah untuk menjaga dan memelihara diri, kaum keluarga dari kesengsaraan dan api neraka. Sejak masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia lembaga pernikahan dan keluarga memegang peranan yang penting dalam proses pendidikan Islam. Pendidikan dalam keluarga tersebut didasari oleh nilai-nilai dan norma-norma, budaya Islam melalui pendidikan dalam keluarga itu suatu generasi menghasilkan generasi berikutnya yang memiliki kualitas yang lebih tinggi. Peranan pendidikan yang sentral tersebut semakin luas memerlukan adanya wadah yang menampungnya. Wadah biasanya untuk menampung adalah masjid atau surau. Kemudian menjadi lembaga pendidikan yang potensial sebagai lembaga pendidikan dasar.[42]       Dalam ajaran Islam adalah wajib untuk mendirikan lembaga pendidikan lanjutan. Maka terbentuknya pesantren yang kemudian berpengaruh dan bersaing dengan sistem pendidikan Barat yang diperkenalkan oleh pemerintah Belanda, timbullah sistem pendidikan terpadu antara sekolah umum dan madrasah. Salah satu penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan Islam adalah penelitian Karel A. Steenbrink dalam bukunya berjudul Pesantren, Madrasah, dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern yang diterbitkan oleh LP3ES, Jakarta pada tahun 1968. Metode penelitian yang dilakukannya adalah pengamatan (observasi). Sedangkan objek pengamatannya adalah sejumlah pesantren yang ada di Jawa dan Sumatera. Melalui analisis historis yang dipadu dengan pendekatan komparatif, Karel A. Steenbrink menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, maka jelaslah pesantren di Indonesia melalui beberapa pembaharuan tetap berusaha memberikan pendidikan Islam yang juga memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan zamannya. Sistem pondok pesantren di Malaysia bersifat lebih defensif dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern. Pada bagian lain hasil penelitian itu, Steenbrink mengatakan bahwa sejak permulaan tahun 1970-an ternyata beberapa organisasi Islam mengalami depolitisasi, yaitu melepaskan diri dari politik praktis dan politik partai serta lebih mementingkan cita-cita asli sebagai organisasi yang bergerak dibidang dakwah dan pendidikan.[43] 3.       Model Pendidikan Kultur Pendidikan Islam      Untuk mengenal model penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti ini dapat dikemukakan sebagai berikut[44]:
a.       Model Penelitian Mastuhu      Penelitian yang bertemakan kultur pendidikan Islam yang ada di pesantren dilakukan Mastuhu pada saat menulis disertasi untuk program doctor berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren yang diterbitkan oleh Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS) pada tahun 1994. Penelitian tersebut dituangkan dalam lima bab, yaitu pendahuluan yang berisikan tinjauan pustaka, bab isi berisikan kerangka berfikir, metode, hasil pembahasan, dan bab akhir mengenai kesimpulan dan saran. Objek penelitian yang dilakukan ialah Pondok Pesantren An-Nuqayah di desa Guluk-Guluk, Sumenep (Madura), Pondok Pesantren Salafiyah Ibrahimiyah di desa Sukorejo, dan Pondok Pesantren Blok Agung di Banyuwangi.[45]     b.      Model Penelitian Zamakhsyari Dhofier       Model penelitian yang dilakukan Zamakhsyari Dhofier masih di sekitar pesantren. Penelitian yang dilakukan berjudul “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai” yang telah diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1982. Model penelitian yang dilakukan ini tidak menyebutkan secara eksplisit tentang latar belakang pemikiran, tujuan, ruang lingkup, metode dan pendekatannya, sebagaimana lazimnya sebuah penelitian. Namun jika dipelajari secara seksama tampak berbagai unsur yang ada dalam penelitian dijumpai dalam masalah ini. Penelitian ini berdasarkan studi lapangan, yaitu dua buah lembaga pesantren. Kedua pesantren itu adalah pesantren Tegal Sari dan pesantren Tebu Ireng. Pesantren Tegal Sari didirikan pada tahun 1870 di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Pesantren Tebu Ireng didirikan pada tahun 1899 di Kelurahan Cukir, 8 kilometer sebelah tengggara kota Jombang, Jawa Timur.[46]      Dalam bukunya, Zamakhsyari mengatakan bahwa pada umumnya studi tentang Islam di Jawa selama ini menitikberatkan analisisnya pada segi pendekatan intelektual dan pendekatan teologi sehingga sering memberikan kesimpulan yang meleset. Zamakhsyari berusaha menunjukkan sumbangan pendekatan sosiologis dalam usaha memahami Islam di Jawa secara lebih tepat. Pendekatan sosiologis akan mengurangi kecenderungan menarik kesimpulan yang terlalu cepat. Dibagian lain Zamakhsyari mengemukakan bahwa penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Akan tetapi, analisis yang dilakukannya tidak dimaksukan untuk menghasilkan proposisi-roposisi teoritis tertentu tentang tradisi pesantren dan paham Islam tradisional di Jawa. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa data etnografis yang lebih banyak lagi dan analisis yang lebih imajinatif masih sangat diperlukan untuk dapat lebih memahami masyarakat dan kebudayaan manusia. Dengan metode ini dapat dihasilkan deskripsi atau uraian secara utuh dan menyeluruh tentang objek penelitian yang ditetapkan dengan didukung oleh data-data dari lapangan. Dengan analisis dapat dilakukan upaya identifikasi, kategorisasi yang selanjutnya dihasilkan kesimpulan yang dapat mengambil bentuk teori atau hipotesis. Analisis yang dilakukan Zamakhsyari tidak dimaksudkan untuk membangun sebuah teori, tetapi hanya sekedar untuk menjelaskan inti gagasan atau kondisi batin yang dapat dipahami dari fenomena empiris yang dapat diamati.[47]Jadi model penelitian pendidikan islam adalah bentuk-bentuk usaha yang dilakukan para peneliti yang tersistematis untuk menemukan jawaban atau memberikan jawaban ilmiah terhadap maslah-masalah pendidikan islam yang berkisar pada pendidik seperti problem guru, peserta didik, di dalam lingkungan sekoalah, lembaga pendidikan, kultur pendidikan dan komponen-komponen lainnya.        Kesimpulan      Model penelitian tafsir adalah ragam penelitian yang dilakukan secara ilmiah, sistematis, serta seksama terhadap penafsiran al-quran yang pernah dilakukan oelh orang-orang terdahulu hingga sekarang untuk mengetahui atau memahami secra hakiki atau pasti tentang hal-hal yang masih dalam konteks pembahasan yang terdapat di dalam Al-Quran dengan menggunakan pendeketan pendeketan serta metode-metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quaran seperti; metode ijmaly, metode muqarin, metode mawadhu’i. Seperti model penelitian tafsir Quraish Shihab, asy-Syarbashi, Muhammad al-Ghazali.      Model penelitian hadits adalah ragam atau macam penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu sampai sekarang untuk meniliti kebenran suatu hadits apakah hadis tersebut hadits shahih atau hadits dho’if, ataukah hadits hasan atau hadits palsu ataukah hadist tersebut mu’alaq seperti yang dilakukan Bukhari atau Muslim yang kemudian dikaji atau diteliti kembali oleh Quraish Shihab salah satunya yaitu dengan meneliti dua sisi keberadaan hadis yang pertama, hubungan hadits dan al-Qur’an keuda,m posisi sunnah (hadits) dalam tafsir. Model penelitian hadits al-Siba’iy mendapatkan hasil anatara lain mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai dari rasullah sampai tejadinya upaya pemalsuan hadits serta usaha para ulama untuk membendungnnya.Model-model penelitian filsafat islam:1.      Model Amin Abdullah, penelitiannya kepustakaan deskriftif, diklasfikasikan variable yang ingin ditelitimya, diuji keontentikan secara seksama, dibandingkan anatara setiap sumber, dianalisis, kemudian disimpulkan.
2.      Model penelitian yang serupa juga di lakukan oleh Majid Fakhri. Penelitannya tersebut nampaknya menggunakan pendekatan campuran. Yaitu selain menggunakaan historis juga menggunakan pendektan kawasan, bahkan pendeketan substansi.
3.      Model harun nasution, penelitiannya menggunakan pendeketan para tokoh.
Berbagai model penelitian yang berkaitan dengan pendidikan islam telah dilakukan, antara lain sebagai berikut:1.      Model Penelitian tentang Problema Guru 2. Model Penelitian tentang Lembaga Penelitian 3. Model Pendidikan Kultur Pendidikan Islam.
Daftar Pustaka      Annur, Saipul.2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.cet.ke2.
      Nata, Abudin.2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.      Oviyanti, Fitri.2014. Metodologi Studi Islam. Palembang: Noer Fikri Offset.cet. ke3.      Sirojudin Iqbal, Mashuri dan A. Fudlali.1987. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa.      http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html. diakses pada tanggal 11 Februari 2013.
      http://blogtgkwagub.blogspot.com/2013/01/makalah-studi-islam.html diakses pada tanggal 9 Januari 2013.
      http://teukuamnar.blogspot.com/2012/12/model-model-penelitianfilsafat.html. diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
      

[1] http://abiavisha.blogspot.com/2013/02/model-penelitian-keagaman.html. diakses pada tanggal 11 Februari 2013.
[2] Saipul Annur, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Palembang: IAIN Raden Fatah Press, cet. Ke 2, 2008), hlm. 22.
[3] Fitri oviyanti, Metodolgi Studi Islam, ( Palembang: Noer Fikri Offset, cet. Ke 3, 2014), hlm. 81-82.
[4] Mashuri Sirojuddin Iqbal, dan A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir,( Bandung: Angkasa, 1987) hlm. 87.
[5]Fitri oviyanti, Op.cit., hlm. 82.
[6] Ibid., hlm. 83.
[7] Ibid., hlm. 83.
[8] Ibid., hlm. 83-84.
[9] Ibid., hlm.84.
[10] Ibid., hlm. 84-85.
[11] Ibid., hlm. 84-85.
[12] Ibid., hlm. 84-85.
[13] Abudin Nata, metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hlm.220.
[14] Ibid., hlm.220[15] Ibid., hlm.222.
[16] Ibid., hlm.214.
[17] Ibid., hlm.214.
[18]Ibid., hlm. 214.
[19]Ibid., hlm. 215.
[20]Ibid., hlm. 215.
[21]Ibid., hlm. 217.
[22] Fitri ovioyanti., Op.cit. hlm. 88.
[23] Ibid., hlm. 88.
[24] Abudin Nata, Op.cit.  hlm. 237-238.
[26] Ibid., hlm. 241-242.
[27] Ibid., hlm. 245-246.[28] Fitri ovioyanti., Op.cit. hlm. 96.
[29] Abudin Nata., hlm. 258.
[30]http://teukuamnar.blogspot.com/2012/12/model-model-penelitianfilsafat.html, diakses pada tanggal 21 Desember 2012.
[31]Ibid.,
[32]Ibid.,
[33] Ibid.,
[34] Ibid.,[35] Ibid.,
[36] Ibid.,[37] http://blogtgkwagub.blogspot.com/2013/01/makalah-studi-islam.html diakses pada tanggal  9 Januari 2013
[38] Ibid.,
[39] Ibid.,[40]Ibid.,
[41] Ibid.,
[42]Ibid.,
[43]Ibid.,
[44] Ibid.,
[45]Ibid.,
[46]Ibid.,
[47] Ibid.,
[25] Ibid., hlm. 241.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar